Selasa, 24 Januari 2012

Sejarah Asuransi : Sejarah Awal Adanya Asuransi


Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya.

Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar.

Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.

Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 43 - 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41.

Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong.

Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik.

Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.

Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami "Rig Veda" yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang "Yoga Kshema" yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.

Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman.

Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan "uang premi" yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut "RESPONDENT/A CONTRACT"

Sejarah Asuransi : Sejarah Dari Tahun Ke Tahun


Tahun 215 SM
Pada tahun 215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier peliengkapan dan perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang melindungi mereka terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti halnya serangah musuh dan juga badai.

Tahun 50 SM
CICERO pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi proteksi memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi.

Tahun 50- 200
Kaisar CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua kerugian yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan pula premi.

Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan yang disebut "Collegia". Para serdadu Romawi "Collegia" kegiatan sosial yang diadakan antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang meninggal atau gugur di medan perang.

Para budak belian pun membentuk Collegianya dengan maksud apabila meninggal dapat dikubur dengan layak (disebut Collegia Nititum). Demikian pula para saudara dan para aktor di Italia membentuk Collegia yang disebut "Collegia Tennorioum" dengan maksud untuk membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.

Tahun 1194-1266
Perkembangan perekonomian manusia dari tahun ke tahun berjalan terus dan periode ini dikenal suatu "Guild System" (Sistem Gilda), yaitu perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai profesi sama, maka pada waktu itu terbentuklah gilda tukang kayu, gilda tukang roti dan sebagainya.

Tujuannya sama dengan tujuan Collegia pada zaman Romawi, yakni meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dari data di alas dapat dikatakan bahwa "Collegia" dan "Sistem Gilda" merupakan penemuan-penemuan sosial yang memperoleh popularitas dan pengakuan masyarakat terhadap adanya risiko-risiko yang harus ditanggulangi. Perkembangan lembaga yang mirip dengan asuransi tumbuh terns dan akhimya pada masa pemerintahan RATU ELEANOR dari Belgia (1194 - 1266) dibentuk Undang-Undang Asuransi yang tercantum dalam "ROLE'SDE OLERON"

Sejarah Asuransi : Sejarah Asuransi Di Indonesia


Hubungan dagang internasional membawa praktek dan hukum asuransi ke Indonesia, terutama melalui bangsa Belanda, yang menjadi rekan dagang Inggris di Eropa. Dalam Kitab Hukum Belanda terdapat ketentuan mengenai asuransi maritime, asuransi kebakaran, asuransi panen, asuransi jiwa, dan asuransi angkutan darat dan perairan pedalaman, yang bersumber pada plakat-plakat Raja Karel V dan Philip II. Ketika Belanda menjajah Indonesia, ketentuan itu dibuatkan berlaku di Indonesia melalui Pasal 131 Indische Staatsregeling (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda) yang dikeluarkan tahun 1847. Praktek Asuransi diselenggarakan oleh Bataviasche Zee & Brand – Assurantie Maatschappij yang didirikan di Jakarta pada tahun 1843.

Pada permulaan abad ke-20, di Semarang didirikan satu perusahaan asuransi kerugian di lingkungan Oei Tiong Ham Concern. Perusahaan itu konon berafiliasi pada De Nederlandsche Lloyd dari Belanda dan diberi nama Indische Lloyd. Sekitar tahun 1948, perusahaan ini berubah menjadi PT. Lloyd Indonesia. Konon Lloyd Indonesia pernah menjadi The Big Five bersama PT. Maskapai Asuransi Indonesia, PT. Asuransi Murni, PT. Asuransi Waringin Lloyd, dan PT Asuransi Bintang di tahun 1950-an.

Tidak begitu jelas, berapa banyak perusahaan asuransi yang ada di Indonesia antar tahun 1920-1945. Tetapi adanya tiga badan gabungan perusahaan asuransi waktu itu mengisyaratkan eksistensi cukup banyak perusahaan Asuransi kerugian. Ketiga gabungan itu adalah RBI (Raad van Brandverzekerings Maatschappij in Indonesia), MUAI (Marine Underwriters Association in Indonesia), serta VVI (Vereneging van Varia Assaradeuren in Indonesia). Sebagai pembanding, waktu itu tercatat 11 perusahaan asuransi jiwa Belanda, 17 perusahaan asuransi jiwa local, 7 perusahaan asuransi jiwa asing lainnya (Shanghai 3, Hongkong 1, Singapura 1, Kanada 2).

Selama pendudukan Jepang (1942-1945) hampir semua jenis usaha mengalami gerak, bahkan macet. Begitu pula perusahaan Asuransi. Tetapi sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pengusaha asuransi berupaya menghimpun sumber daya yang telah cerai-berai akibat perang, dana berbagai perusahaan asing bergabung membentuk Bataviasche Verzekerings Unie. Namun perjuangan fisik dan pergolakan politik masa itu hanya mengizinkan badan gabungan itu hidup hingga tahun 1948.

Sejarah Asuransi : Asuransi Pada Zaman Kemerdekaan


Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris.

Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut "Bataviasche Verzekerings Unie" (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali.

Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis.

Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri.

Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni "PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA" yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah.

Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional. Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa.

Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing.

Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.

Sistem, Sifat Dan Pelaku Pengawasan


Assalammu'alaikum Wr. Wb. 


Pagi sobat asuransi hot news...aneh rasanya kalo melum menyapa sobat semua, habis libur weekend nich...biasanya paling males nich untuk bangun pagi untuk menyongsong hari pertama ini. Banyak orang  tidak menyukai hari Senin, tapi bagi saya hari Senin merupakan hari yang cukup penting karena ini berarti  waktunya untuk memberikan informasi bagi sobat semua.

Masih melanjutkan info mengenai dunia pengawasan terhadap perasuransian, kalo kemarin kita telah mengetahui pengertian, pentingnya dan tujuan dari pengawasan terhadap perusahaan asuransi, kali ini saya akan memberikan informasi mengenai sistem pengawasan yang digunakan, sifat-sifat dari pengawasan dan para pelaku pengawasan..

Penasaran khan...bagi sobat yang memang terjun kedunia asuransi atau yang sekedar mencari informasi mengenai asuransi, hal ini patut untuk diikuti. Masih nunggu yach...ok dari pada panjang lebar ga' ada ujungnya, lebih baik langsung aja ke TKP...


1.   Sistem Pengawasan

Disetiap negara memiliki sistem pengawasan yang berbeda-beda. Dinegara barat misalnya, biasanya mempergunakan 2 macam sistem sebagai berikut :

a.    a. Sistem Kontinental
    Sistem ini dianut oleh negara-negara di Eropa Barat, didalam sistem ini dikenal 3 hal yaitu :
              -    Sistem Publikasi
Pada sistem ini para pengusahan asuransi diharuskan untuk mempublikasikan data keuangan dan data lain yang dianggap perlu, sehingga para pemegang polis dapat mengetahui keadaan keuangan perusahaan asuransi yang dipercayainya. Falsafah dalam sistem ini adalah “kekuatan usahanya”, dimana perusaaan asuransi akan mendapat kepercayaan dari masyarakat yang merupakan sumber kekuatan dalam usahanya.

-     Sistem Norma
Pada sistem ini pemerintah menetapkan suatu norma atau kaidah atau peraturan yang harus dipatuhi oleh semua perusahaan asuransi.

-     Sistem Pengawasan Materi
Dalam sistem ini pengawasan dilakukan untuk memantau segi-segi teknis dari asuransi, seperti penetapan tarif, syarat-syarat dalam polis, investasi dan lain-lainnya

b.     b. Sistem Anglo Saxis
   Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat, didalam sistem ini dikenal 4 hal yaitu :
-     Judicial Control
Judicial control merupakan suatu keputusan pengadilan atau Yurisprudensi yang dipergunakan sebagai alat pengawasan disamping peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Lembaga pengadilan merupakan suatu lembaga yang memberikan keputusan mengenai sengketa yang timbul karena perbedaan penafsiran atas ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat polis. Keputusan pengadilan tersebut merupakan ketentuan yang mengikat bagi pihak-pihak yang bersengketa. Prinsip-prinsip asuransi yang masih dianut hingga sekarang pada mulanya berasal dari keputusan Pengadilan Negara atas sengketa yang terjadi dibidang asuransi, misalnya :
~ Kasus Macaura vs Nothern Ass. Company dalam prinsip insurable interest
~ Kasus Pawsen vs Scottish Union and National dalam prinsip proximate cause
~ Kasus Castellain vs Preston dalam prinsip subrogation
~ Kasus North British & Mecantile vs Liverpool & London Globe dalam prinsip contribution, dll.

-     Legislative Control
Legislative Control merupakan suatu pengawasan yang dilakukan dimana Undang-Undang dipergunakan sebagai alat kontrolnya. Undang-Undang atau peraturan yang berlaku merupakan hasil dari Badan Legislatif, dalam Undang-Undang ini memuat ketentuan/norma/kaidah yang harus ditaati. Begitu juga dengan Undang-Undang mengenai perasuransian, dimana peraturan ini harus ditaati oleh setiap perusahaan asuransi. Undang-Undang yang dihasilkan oleh Badan Legislatif ini menjadi suatu alat pengawasan terhadap perusahaan perasuransian, dimana agar dalam setiap usaha yang dilakukan tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai contoh peraturan perundang-undangan yang merupakan hasil dari Badan Legislatif adalah Undang-Undang No. 2 tahun 1992 mengenai usaha perasuransian.

-     Administrative Control
Administrative Control atau Administrative Law adalah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana ini merupakan ketentuan pelaksana dari Undang-Undang maupun peraturan-peraturan yang belum ada yang mengaturnya (misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dll.). Dalam Administrasi Law ini biasanya memuat ketentuan-ketentuan yang lebih teknis dan rinci, karena ketentuan dalam Undang-Undang hanyalah merupakan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dan mendasar saja. Selain itu biasanya Administrasi Law ini dikaitkan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dibidang ekonomi, dimana setiap waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan keadaan, sehingga tidak mungkin diatur dalam Undang-Undang. Berikut ini contoh dari Administrasi Law atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah :
~ Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
~ Keputusan Menteri Keuangan No. 224 tahun 1993 tentang Kesehatan Keuangan dan Perusahaan Reasuransian.

-     Self Regulation
Self Regulation adalah suatu pengawasan yang dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Asuransi itu sendiri tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Dalam usahanya untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik, maka pada Asosiasi Perusahaan Asuransi sendiri terdapat kesepakatan bersama terhadap hal-hal tertentu agar terjalin kerjasama diantara anggotanya. Kesepakatan bersama ini biasanya dituangkan dalam suatu kode etik, seperti dalam hal penggunaan standar polis, standar tarif, promosi, aturan permainan yang diciptakan sendiri oleh Asosiasi Perusahaan Asuransi dan disepakati serta harus ditaati oleh anggotanya. Berikut adalah kelebihan dan kelemahan dari pengawasan Self Regulation ;
~  Kelebihan Self Regulation :
i.    Aturan dibuat oleh para anggota asosiasi sendiri tanpa adanya pengesahan dari Badan Legislatif maupun pemerintah.
ii.   Para anggota akan mematuhi aturan yang telah disepakati bersama tanpa adanya paksaan dari pihak manapun termasuk pemerintah.
iii.  Aturan yang telah ada dapat berubah sewaktu-waktu dengan mudah, sesuai dengan perkembangan dan keperluannya.
iv.  Motivasi para anggota untuk mematuhi aturan yang telah berlaku tidak akan menimbulkan banyak pelanggaran.

~  Kelemahan Self Regulation :
i.    Aturan yang dibuat tidak mempunyai kekuatan hukum dan sanksinya sangat lemah.
ii.   Aturan yang dibuat secara rela ini mengakibatkan kurang mengikat para anggotanya untuk mematuhi aturan yang ada dalam asosiasi.
iii.  Isi peraturan yang ada lebih banyak menguntungkan bagi perusahaan asuransi, sehingga perlindungan kepada kepentingan pemegang polis terasa kurang.
iv.  Apabila terjadi perselisihan mengenai pelaksanaan yang berlaku, pada umumnya diselesaikan oleh penyusun aturan itu sendiri yang bertindak sebagai penengah atau wasit sehingga keputusan yang dihasilkannya terasa kurang adil.

2. Sifat Pengawasan
Pengawasan dalam perasuransian memiliki 4 sifat yakni pengawasan preventif, pengawasan represif, pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan dari masing-masing sifat pengawasan tersebut :

       a.  Pengawasan Preventif (Preventif Control)
Pengawasan Preventif merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum perusahaan asuransi melakukan kegiatan usahanya. Diberlakukannya peraturan dan tindakan yang ditempuh untuk mencegah kemungkinan dirugikannya kepentingan masyarakat pemegang polis dan atau merugikan perusahaan asuransi lainnya.
Contoh : peraturan dalam perundang-undangan menetapkan bahwa setiap sebelum melakukan usahanya, perusahaan asuransi  diharuskan terlebih dahulu untuk mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mematuhi persyaratan yang telah ditentukan. Apabila terdapat perusahaan asuransi yang melakukan usaha tanpa izin (illegal), maka perusahaan tersebut akan diberikan sanksi

b     b. Pengawasan Represif (Represif Control)
Pengawasan Represif merupakan pengawasan yang dilakukan setelah perusahaan melakukan kegiatan usahanya. Sasaran pengawasan lebih diarahkan kepada memantau perusahaan asuransi apakah dalam melakukan usahanya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan sistem ini apabila terdapat penyimpangan dapat segera diketahui dan akan ditegur (diperingatkan) agar segera melakukan tindakan untuk mengoreksi atau meluruskan penyimpangan yang telah dilakukan perusahaan asuransi.

c     c. Pengawasan TIdak Langsung (Indirect Control)
Pengawasan Tidak Langsung merupakan pengawasan yang dilakukan dengan cara meneliti, menganalisis dan mengevaluasi laporan yang disampaikan oleh perusahaan asuransi, baik itu laporan secara berkala maupun laporan yang diminta setiap saat dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat terhadap perusahaan asuransi. Dengan adanya sistem ini kegiatan usaha asuransi dapat dimonitor oleh pemerintah, sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat diberikan teguran atau diperingatkan dan diambil tindakan bila tetap melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Selain itu dengan adanya pengawasan ini, pemerintah dapat mengetahui perkembangan perusahaan asuransi setiap saat karena laporan yang disampaikan merupakan gambaran kegiatan yang telah dilakukan selama periode tertentu

d     d. Pengawasan Langsung (Direct Control)
Pengawasan Langsung merupakan pengawasan yang dilakukan secara langsung, yaitu dengan mendatangi perusahaan asuransi dan melakukan pemeriksaan (pemeriksaan ditempat). Pengawasan ini dilakukan sebagai kelanjutan dari Pengawasan Tidak Langsung dan sekaligus untuk memeriksa kebenaran laporan yang disampaikan oleh perusahaan asuransi.

3. Pelaku Pengawasan
    Untuk melihat siapa yang melakukan pengawasan ini, perlu kiranya kita mengetahui antara pengawasan intern (intern control) dan pengawasan ekstern (ekstern control). Berikut ini penjelasannya :

a     a. Pengawasan Intern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit dari perusahaan asuransi sendiri, dimana ini merupakan satu kesatuan dari sistem kegiatan perusahaan. Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh Akuntan Intern dan bagian budged control dari perusahaan itu sendiri, sesuai dengan pembagian tugas dan prosedur kerja perusahaan.

b.Pengawasan Ekstern
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau instansi diluar perusahaan asuransi itu sendiri dalam hal ini adalah Departemen Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dimana hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akhirnya selesai juga....capek nich sob...jarinya udah bengkak semua, tapi puas sudah memberikan informasi yang terbaik untuk sobat asuransi hot news. Sekarang sobat telah mendapat ilmu baru khan, ternyata pengawasan itu tidak sekedar mengawasi akan tetapi ada bermacam-macam sistem pengawasan yang ada atau yang dianut oleh negara-negara lain.

Sobat asuransi hot news...saya cukupkan dulu informasi ini, tetap semangat jangan pernah menyerah, terus berusaha. Kejarlah cita-citamu sampai dapat, jangan lupa sebarkan informasi ini ya...biar dapat pahala.

Jangan lupa untuk terus mengikuti informasi-informasi yang ada dalam blog ini, insyaallah berguna dan bermanfaat bagi sobat semua.

Wassalammu'alaikum Wr. Wb.

Pengertian, Pentingnya Dan Tujuan Pengawasan Dalam Asuransi



Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Pagi sobat asuransi hot news….sudah lama rasanya ga’ berbagi ilmu asuransi untuk sobat semua. Pada kali ini saya akan memberikan informasi perihal pengawasan pada usaha perasuransian di Indonesia, tapi untuk kali ini kita bahas dulu mengenai pengertian pengawasan, perlunya pengawasan dan tujuan dari pengawasan perusahaan perasuransian. Jangan tergesa-gesa dulu sob…kita bahas satu persatu ya…jadi simak baik-baik, jangan sampai terlewat. Langsung ke TKP…

Pengertian Pengawasan
Pengertian dari pengawasan dibedakan menjadi 2 yaitu pengertian secara umum dan pengertian pengawasan bila dilihat dari sisi pandang pemerintah, berikut penjelasannya :

Secara umum pengawasan diartikan sebagai suatu kejadian atau kegiatan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah pelaksanaan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan telah sesuai atau tidak dengan rencana atau kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Manajemen.
Apabila terjadi penyimpangan dapat segera diketahui sejauh mana penyimpangan tersebut, sehingga dapat segera dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan agar tujuan dapat tercapai.

Pengawasan pemerintah dibidang perasuransian adalah pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perusahaan perasuransian, apakah dalam menjalankan usahanya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak hanya untuk mencari kesalahan dan memberikan sanksi kepada yang telah melanggarnya, akan tetapi lebih kepada alat untuk mencapai suatu tujuan. Oleh sebab itu pengawasan ini meliputi pengawasan terhadap peraturan, pelanggaran, penjagaan, pembatasan, pemeriksaan, tindakan dan pembinaan.
Nah..gimana udah jelas belum… udah bisa ngebedain khan antara pengertian pengawasan secara umum dan pengertian pengawasan dari sisi pandang pemerintah, sobat pasti udah pada pintar-pintar nic...kita lanjutin ya…

Pentingnya Pengawasan

Pengawasan terhadap perusahaan asuransi memang sangat diperlukan agar persaingan yang terjadi antara perusahaan asuransi dapat dipantau oleh pemerintah. Selain itu juga perkembangan  atau pertumbuhan dari perusahaan asuransi dapat diketahui dengan baik oleh pemerintah. Berikut ini adalah pendapat dari para ahli mengenai perlunya pemerintah melakukan pengawasan terhadap perusahaan asuransi :




Albert H. Mowbray, Ralph H. Blanchard, C. Arthur William Jr. dalam bukunya yang berjudul “Insurance” menyebutkan terdapat 2 alasan yaitu :
a. Karena perusahaan asuransi menjual janji sekarang, sedangkan pelaksanaannya tersebut dikemudian hari, yaitu bila terjadi  peristiwa yang dipertanggungkan benar-benar terjadi. Akan tertapi dalam pelaksanaannya, janji tersebut terkadang tidak ditepati.


b. Agar dapat menepati janji tersebut, perusahaan asuransi sangat tergantung pada kondisi keuangan. Dalam hubungan ini, investasi yang tepat sangat menentukan kondisi keuangan perusahaan. Dalam artian bahwa penempatannya maupun jenis investasi yang dilakukannya cukup aman, serta dapat memberikan hasil yang memadai.


Robert I. Mehr & Emerson Cammack dalam bukunya yang berjudul “Principle of Insurance” lebih menitikberatkan pengawasan permerintah terhadap usaha perasuransian dikarenakan adanya persaingan. Persaingan yang tidak sehat dan tidak terkendali diantara perusahaan asuransi itu sendiri dapat merugikan kepentingan masyarakat. Sehingga terdapat adanya kecenderungan perusahaan asuransi untuk melakukan usaha-usaha dalam mengejar keuntungan dengan melakukan :

a.  Memperlambat atau mempersulit penyelesaian klaim.
b. Memberikan pelayanan yang berlebihan kepada tertanggung yang memiliki risiko rendah dan terlalu membebani kepada tertanggung yang memiliki risiko tinggi.
c. Memberikan komisi yang tinggi kepada Agen atau Pialang asuransi, sehingga dapat mengurangi tingkat premi yang dapat memupuk surplus underwriting dan solvency margin dari perusahaan.

Edwin W. Patterson dalam bukunya yang berjudul “Essential of Insurance Law” menyebutkan 6 alasan perlunya diadakan pengawasan terhadap perusahaan asuransi, berikut alasannya :
a.     Kontrak asuransi yang bersifat elevator, artinya kewajiban penanggung hanya akan timbul bila peristiwa yang belum tentu terjadi benar-benar terjadi.
b.     Nilai yang diperlukan tidak sama.
c.     Kontrak asuransi yang sangat teknis
d.     Kondisi/persyaratan pertanggungan dalam kontrak asuransi yang dinyatakan dalam polis beraneka ragam, sehingga pada umumnya tertanggung kurang dapat memahami kondisi pertanggungan dengan seksama.
e.     Melindungi kepentingan tertanggung.
f.   Melindungi penanggung yang jujur & bertanggung jawab terhadap persaingan yang tidak sehat dari penanggung yang tidak jujur & tidak bertanggung jawab.

Williams & Heins dalam bukunya berjudul “Risk Management and Insurance” lebih menitikberatkan pada perlunya pengawasan  pemerintah terhadap tingkat solvabilitas, pengaturan tarif & kegiatan perdagangan pada umumnya, sehingga dapat menambahkan persaingan yang sehat.

Gordon C. Dickson dalam bukunya “Introduction to Insurance” menekankan pengawasan pemerintah terhadap usaha perasuransian hal-hal berikut ini :
a.    Solvency Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan sangat menentukan kemampuan dari suatu perusahaan asuransi untuk dapat memenuhi kewajiban yang dapat timbul setiap saat, sesuai yang telah dijanjikan dalam polis. Oleh sebab itu pengawasan terhadap solvency perusahaan perlu dilakukan agar kondisi keuangan perusahaann tetap solven.
b.     Kejujuran (Fairness)
Sifat dari kontrak asuransi adalah komplek, oleh sebab itu unsur kejujuran harus ada pada setiap penanggung & tertanggung. Pengawasan dilakukan terutama untuk melindungi tertanggung.
c.     Kompeten
Selain memiliki sifat komplek, kontrak asuransi juga memiliki sifat intangible, yaitu berupa janji penyediaan ganti rugi (indemnity) dengan jumlah yang pasti. Pihak yang menjanjikan ganti rugi yang kompeten untuk memenuhi janjinya.
d.     Kepentingan Asuransi (Insurable Interest)indakan
Insurable interest adalah salah satu dari prinsip yang sangat penting dalam asuransi. Prinsip ini mencegah terjadinya tindakan perjudian dalam asuransi. Suatu pengawasan perlu dilakukan agar seseorang yang tidak mempunyai insurable interest terhadap obyek asuransi tidak akan mengasuransikan obyek tersebut.
e.     Program Asuransi Wajib
Dalam program asuransi ini pengawasan pemerintah diwujudkan dalam bentuk pengaturan program asuransi tertentu yang penyelenggaraannya bersifat wajib (compulsory insurance) bagi anggota masyarakat.
f.     Asuransi Nasional

     Di Negara yang maju, pemerintah menjamin risiko sosial (seperti pengangguran, kesehatan, pensiun, dll.) & pemerintah juga    membentuk badan yang menyelenggarakan program asuransi nasional tersebut.


Dari berbagai pendapat dari para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwasannya pemerintah perlu untuk melakukan pengawasan terhadap perasuransian disebabkan karena :
a.     Kepentingan masyarakan yang sangat besar terhadap asuransi.
b.     Kontrak asuransi yang sifatnya sangat teknis.
c.     Kondisi pertanggungan yang beraneka ragam, sehingga masyarakat kurang dapat memahaminya dengan baik.
d.     Kewajiban perusahaan asuransi untuk menjaga solvabilitasnya.
e.     Persaingan yang tidak sehat dari perusahaan asuransi yang tidak jujur dan tidak kompeten.
f.      Kemungkinan adanya perang tarif.
g.     Perbedaan nilai yang sangat besar (antara jumlah premi dengan jumlah uang pertanggungan) dari kesepakatan yang telah diperjanjikan.
h.     Perbedaan waktu pemenuhan kewajiban bagi penanggung & tertanggung.
i.      Insurable interest terhadap obyek yang dipertanggungkan
j.    Risiko sosial.

Tujuan Pengawasan

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap usaha perasuransian sudah pasti memiliki tujuan, dimana tujuan dari pengawasan ini dibagi menjadi 2 yakni tujuan mikro dan tujuan makro, berikut adalah penjelasannya :
a.     Tujuan Mikro

      Secara mikro tujuan dari pengawasan pemerintah terhadap perusahaan perasuransian adalah :
    -   Untuk melindungi kepentingan setiap individu pemegang polis dari praktek usaha yang dilakukan oleh perusahaan perasuransian.
      -     Bagi perusahaan perasuransian, pengawasan ini bertujuan untuk menciptakan iklim usaha yang tertib, mentaati norma atau peraturan yang berlaku dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat antar perusahaan asuransi sehingga dapat menghancurkan perusahaan perasuransian itu sendiri.

b.     Tujuan Makro
      Secara makro pengawasan yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk menunjang perekonomian nasional serta menunjang kebijaknaan pemerintah dalam hal perekonomian, keuangan dan moneter, juga dimana asuransi berfungsi sebagai :
      -   Penghimpun Dana
               Dalam fungsi ini dimana dari kegiatan perusahaan asuransi adalah menarik dana dari masyarakat atau pemegang polis berupa premi. Dimana secara akumulasi dana yang dihimpun tersebut merupakan sumber dana pembangunan yang disalurkan melalui kegiatan investasi dalam bebagai bidang usaha.
         -     Stabilisator Pembangunan
               Dalam fungsi ini tercermin dari kegiatan yang dilakukan perusahaan asuransi, dimana perusahaan asuransi memberikan ganti rugi kepada tertanggung atas kerusakan, kehilangan atau kurangnya modal usaha. Dengan memberikan ganti rugi tersebut maka pembangunan akan terus berlanjut dan berkesinambungan.

Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan pengawasan adalah untuk :
-       Melindungi kepentingan dari tertanggung
-     Menjaga eksistensi dan menumbuhkembangkan perusahaan asuransi serta meningkatkan peranannya dalam menunjang pembangaunan nasional.

Ok sobat…gimana sudah jelas khan sekarang mengenai pengawasan terhadap perusahaan perasuransian, paling tidak sobat sudah tahu mengenai pengertian pengawasan, perlunya pengawasan dan tujuan dari pengawasan itu sendiri. Ini merupakan dasar dari ilmu pengawasan pada perusahaan asuransi, masih ada informasi lainnya yang lebih mendalam mengenai perihal pengawasan dalam dunia asuransi. Jadi jangan lewatkan informasi selanjutnya, agar sobat tidak melewatkan informasi ini maka tetap ikut setiap informasi yang ada di sini.

Tetap semangat..jangan lupa untuk terus mencari yang menggali informasi sebanyak-banyaknya untuk upgrade ilmu biar ga’ cupu. Segini dulu informasi yang dapat saya berikan untuk sobat semua, semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk tetap klik iklannya, karena dengan begitu sobat telah berpartisipasi untuk perkembangan blog ini.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Kelas Konstruksi Dalam Asuransi Kebakaran


Dalam asuransi kebakaran terdapat pembagian konstruksi bangunan untuk menentukan rate yang harus diberikan kepada tertanggung. Hal tersebut yang akan menentukan seberapa beresikonya suatu obyek yang akan dijamin oleh perusahaan asuransi. Konstruksi bangunan dalam asuransi biasa dibagi menjadi 3 kelas.
Pembagian kelas konstruksi bangunan tidak memperhatikan komponen penunjang atap yang terdiri dari kuda-kuda, usuk/kaso dan reng.
Dengan kata lain apabila sebuah bangunan yang dinding, lantai dan komponen penunjang strukturalnya serta penutup seluruh atapnya yang sepenuhnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak dapat terbakar (non combustible material), maka bangunan tersebut masuk dalam kelas konstruksi 1, walaupun kuda-kuda, usuk/kaso dan rengnya terbuat dari kayu, bambu dan/atau bahan lainnya yang dapat terbakar. Berikut uraian pembagian kelas konstruksi yang dimaksud :


Kelas Konstruksi I
Dalam definisi kelas konstruksi 1 ini secara tegas dinyatakan bahwa pintu, jendela beserta kerangkanya (kusen/frame) dan penutup lantai dapat diabaikan. Dengan demikian maka :
a. Pengertian dinding tidak termasuk pintu, jendela, beserta kerangkanya (yaitu kusen/frame) berarti juga tidak termasuk ventilasi udara yang terdapat pada dinding-dinding tersebut, beserta kerangkanya (yaitukusen/frame) baik dinding luar maupun pada dinding dalam.
b. Partisi boleh diabaikan, yang dimaksud dengan partisi (partition wall) adalai dinding yang hanya berfungsi sebagai pembagi ruang dan tidak berfungsi sebagai pemikul beban.
c. Lantai dan bahan penunjangnya harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak dapat terbakar. Tetapi penutup lantai boleh diabaikan. Pengertian penutup lantai adalah pelapis atas dari lantai seperti karpet, vinyl, parket (parquet) dan sebagainya.
Foto Kelas Konstruksi I
1. Dinding tembok penuh
2. Atap tidak mudah terbakar (seng gelombang)
3. Material atap terbuat dari besi tahan api
4. Pintu terbuat dari besi plat


Kelas Konstruksi II

a. Penutup atapnya boleh terbuat dari sirap kayu keras

b. Lantai dan penunjangnya boleh terbuat dari kayuYang dimaksud dengan penunjang lantai adalah hanya balok-balok lantai dan kerangka lantai. Dalam hubungan ini balok, kolom dan dinding juga merupakan penunjang lantai. Tetapi karena balok dan kolom itu berfungsi juga sebagai pemikul beban seluruh bangunan, maka seluruhnya harus terbuat dan sepenuhnya dari bahan yang tidak dapat terbakar.

c. Dinding boleh terbuat dari kayu atau bahan yang dapat terbakar lainnya dengan maksimum sebesar 20% dari luas dinding.
Yang dimaksud dengan maksimum 20% dari luas dinding adalah luas dinding setiap tingkat, tidak termasuk luas yang dipergunakan untuk pintu, jendela dan/atau ventilasi udara
Contoh Kelas Konstruksi 2 :
Sebuah bangunan segiemat bertingkat dua dengan ketinggian tembok setiap tingkat adalah 3,5 meter, panjang bangunan 20 meter dan lebarnya 9 meter. Luas dinding dari pada tingkat 1/lantai dasar adalah :
= (58 x 3,5) m2 – luas jendela + pintu + ventilasi
= 203 m2 – 30 m2 (misalnya) = 173 m2
Jadi luas dinding pada tingkat 1/lantai dasar yang terbuat dari kayu atau dari bahan-bahan yang dapat terbakar tidak boleh lebih luas dari : 20% x 173 m2 = 34,6 m2
Agar bangunan tersebut masih dapat digolongkan bangunan berkonstruksi kelas 2 dan jika dinding kayu itu lebih luas dari 34,6 m2 maka bangunan tersebut menjadi kelas konstruksi 3
Foto Kelas Konstruksi II
1. Dinding terbuat dari kayu yang mudah terbakar
2. Atap terdiri dari genteng yang tidak mudah terbakar
3. Lantai terbuat dari kayu yang mudah terbakar

Kelas Konstruksi III
Adalah semua bangunan dengan criteria selain diatas ataupun kelas konstruksi 2 dengan salah satu dindingnya terbuka sama sekali
Foto Kelas Konstruksi III

1. Dinding tembok penuh
2. Atap tidak mudah terbakar (seng gelombang)
3. Material atap terbuat dari kayu mudah terbakar
4. Tiang-tiang utama bangunan terbuat dari kayu


Dinding Open Sided (terbuka samping)

Bangunan konstruksi kelas 1 tetapi open sided (tanpa dinding) adalah tergolong Konstruksi Kelas 1
Pengertian Open Sided (tanpa dinding) adalah tidak terdapatnya dinding sama sekali yang dapat menahan menjalarnya api dari luar yang masuk ke dalam bangunan secara bebas atau sebaliknya.
Dinding yang seluruhnya terbuat dari kawat nyamuk, kawat yang dianyam dan sebagainya yang memungkinkan angin secara bebas keluar masuk bangunan tetap dianggap sebagai open sided

Bangunan konstruksi kelas 1 yang salah satu sisinya tidak berdinding sama sekali atau berdinding seperti dimaksud diatas digolongkan sebagai Kelas Konstruksi 2

Bangunan konstruksi kelas 2 yang open sided seperti definisi diatas dengan sendirinya masuk menjadi kategori Kelas Konstruksi 3